JABAR-Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) diminta untuk fokus berupaya memulihkan ekonomi para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang jelas terasa dampak akibat pandemi Covid-19.
Anggota Fraksi Gerindra DPRD Jabar, Ihsanudin M.Si, mengapresiasi sekaligus memberi catatan atas upaya Pemprov Jabar yang menjadi salah satu daerah penggerak Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dampak pandemi Covid-19.
Oleh karenanya, Ihsanudin mengingatkan Pemprov Jabar agar pemulihan ekonomi itu tidak menimbulkan ketimpangan baru.
Wakil rakyat Dapil Karawang-Purwakarta ini menekankan Pemprov Jabar supaya intens melakukan akselerasi pemulihan ekonomi dengan dinas-dinas terkait.
“Jangan ada ketimpangan pembangunan baru seperti yang selama ini masih terjadi,” kata Ihsanudin via WhatsApp kepada Delik.co.id, Rabu (17/2/2020).
Ia menyarankan Pemprov Jabar agar melakukan refocusing prioritas seperti pemberdayaan UMKM, pengembangan ekonomi kerakyatan, dan pengentasan kemiskinan, agar pemulihan ekonomi tersebut tidak melahirkan ketimpangan.
Agar pemulihan ekonomi mampu berjalan seimbang, dia berharap Pemprov Jabar juga memprioritaskan pelaku usaha dari sektor pertanian, peternakan, perikanan, serta pariwisata.
“Tiga sektor ini memiliki dampak ekonomi dan dampak sosial besar, mendongkrak pendapatan dan peningkatan daya beli masyarakat,” ujar politukus Gerindra ini.
Dampak pandemi terhadap ekonomi masyarakat, kata dia, begitu terasa di semua sektor seperti eksistensi para pelaku UMKM yang kelimpungan memasarkan dagangannya.
Karenanya, ia meminta pemerintah peka terhadap penyelematan nasib pelaku UMKM yang terdampak resesi ekonomi yang disebabkan dampak Covid-19.
“Ada tiga dampak utama yang dirasakan pelaku UMKM, yakni kesulitan untuk membayar utang, membayar biaya tetap seperti sewa tempat, dan yang terakhir kesulitan pembayaran gaji karyawan,” cetus Ihsanudin.
Pelaku UMKM merasakan dampak yang negatif dari omzet penjualan, laba, aset, dan juga penurunan jumlah karyawan.
Penurunan jumlah karyawan ini terjadi untuk semua tipe jenis usaha, kecuali kelompok mikro. Sebab usaha mikro jumlah karyawannya tidak terlalu banyak.
“UMKM juga kesulitan mendapatkan bahan baku produksi, dan merasakan adanya kenaikan dan harga harga bahan baku sehingga sulit mereka berproduksi. Lalu, sebagian besar permintaan produk UMKM juga sangat menurun akibat pandemi Covid-19,” papar Ihsanudin.
Untuk mengatasi beberapa masalah tersebut, dia menyarankan pelaku UMKM melakukan adaptasi dengan cara bertransformasi dari berjualan offline menjadi online.
“Tentunya kita harapkan juga akan mendorong usaha mikro bisa naik kelas ke segmen yang lebih besar lagi,” katanya.
Ihsanudin menjabarkan, ada tiga faktor penting yang diperlukan untuk memberdayakan dan membangkitan UMKM.
Pertama pembinaan, karena pelaku UMKM terutama pelaku usaha mikro dan ultra mikro, merupakan pelaku usaha baru.
Kedua pembiayaan, yang bisa menjangkau kelompok pelaku usaha UMKM dan ultra mikro yang unbankable.
“Terakhir, mendorong korporatisasi dan digitalisasi UMKM dan ultra mikro,” pungkasnya. (vzay/tif).