Warga Keluhkan Water Barrier di Bundaran Mal Ramayana, Pengamat : Dishub Jangan Diam Saja!

Bundaran Mal Ramayana tampak lengang di siang hari.
Bundaran Mal Ramayana tampak lengang di siang hari.

KARAWANG-Penutupan sebagian bunderan Mal Ramayana dengan water barrier mulai dikeluhkan sejumlah warga. Penutupan ini disinyalir telah berlangsung lama sekira dua tahun tanpa mengenal waktu (hampir 24 jam-red), sebelum Covid-19 melanda Kabupaten Karawang.

Penutupan ini diklaim, selain mengganggu aksesbilitas warga menuju pusat Karawang Timur dan Klari, juga membuat beban ekonomi (BBM) warga bertambah karena harus memutar arah lagi ke depan Samsat.

Bacaan Lainnya

Keluhan itu akhirnya mendapat sorotan pengamat kebijakan pemerintahan, Asep Agustian yang akrab disapa Asep Kuncir (Askun).

Askun meminta kepada Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Karawang untuk tidak buta dan tuli dengan keluhan-keluhan warga perihal water barrier yang ada di bundaran Mal Ramayana.

Bundaran Mal Ramayana tampak lengang di malam hari.

“Kalau waterbarrier digunakan sebagai rekayasa mengurai kemacetan, itu sah-sah saja dan itu biasanya tentatif. Lah ini water barrier terpasang sudah hampir dua tahun dan hampir 24 jam. Memanngnya di bunderan Mal Ramayana 24 jam macet terus? Kan Enggak,” tegas Askun.

Menurut Askun, saat ini bunderan Mal Ramayana cenderung tidak selalu macet. Pasalnya, anak sekolah diliburkan karena daring pembelajarannya dan karyawan tidak melalui akses tersebut. Akses ke bunderan itu hanya sedikit macet ketika ada kereta api lewat dan kereta lewat pun tidak setiap jam.

Water barrier digunakan boleh saja ketika ada perayaan hari besar, misalnya jelang Lebaran Idul Fitri, hari raya Natal dan Tahun Baru serta hari besar lainnya.

“Dishub bisa bayangkan enggak sih jika ada keluarga bawa pasien yang kondisinya darurat mau dibawa ke RS Hermina tapi aksesnya terganggu karena water barrier sehingga harus memutar arah di depan Samsat. Itu pun putaran depan Samsat kadang sering macet juga,” ujarnya.

“Dishub jangan banyak diam, hal yang seperti ini harusnya peka karena keadaan dan kodisi saat ini semua sedang sulit,” timpalnya.

Askun menegaskan, jika memang bunderan Mal Ramayana itu sudah tidak lagi difungsikan, maka lebih baik bundaran tersebut ditutup permanen pakai betonbarrier, sehingga tidak perlu lagi ada bundaran.

“Imbasnya seni kotanya sudah hilang ketika bundaran itu ditutup permanen. Dimana letak keindahan kotanya kalau di situ ada waterbarier,” ucapnya yang juga praktisi hukum ini.

Yang sangat disayangkan Askun adalah Dishub tampak terkesan diskriminatif terhadap warga perihal water barrier di bundaran tersebut. Yakni, ketika para pejabat melewati bundaran tersebut, maka waterbarriernya dibuka.

“Emangnya bundaran Mal Ramayana milik pejabat doang. Lah pejabat mah enak, mobil dan BBM difasilitasi sama negara, lah ini warga apa-apa pakai uang pribadi juga bayar pajak,” sindir Askun.

Askun menambahkan, jika memang Dishub membutuhkan tenaga SDM untuk ditugaskan membuka tutup waterbarrier di bundaran Mal Ramayana, maka Dishub buka saja loker tenaga harian lepas (THL).

“Saya minta solusi terbaik dari Dishub agar keluhan warga diakomodir. Sekali lagi, kalau memang terus menerus pakai water barier, ya mending tutup permanen saja,” pungkasnya. (red).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar