KARAWANG-Program Sapoe Sarebu (Sehari Seribu/Poe Ibu) yang digagas oleh Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi (KDM) menuai sorotan publik dan kritikan. Meskipun bertujuan membantu masyarakat kecil melalui sumbangan harian sebesar seribu rupiah, sejumlah pengamat menilai program ini tidak cukup kuat dalam memberikan solusi jangka panjang terhadap masalah kemiskinan struktural.
Ketua DPC Perhimpun Advokat Indonesia (Peradi) Kabupaten Karawang, Asep Agustian, S.H., M.H., ikut angkat bicara, terkait polemik Surat Edaran (SE) Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM) mengenai gerakan Poe Ibu atau donasi Rp 1.000 per hari yang diberlakukan bagi ASN, lembaga pendidikan, pemerintahan desa hingga masyarakat umum.
Praktisi hukum yang akrab disapa Askun ini menegaskan, bahwa kebijakan Dedi Mulyadi ini cacat hukum, karena tidak memiliki dasar hukum aturan di atasnya. Sehingga ia meminta KDM segera mencabut surat edaran tersebut.
“Kebijakan ini tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Sehingga sulit pertanggungjawabannya, ketika nanti ditemukan masalah hukum (penyelewengan, red),” tutur Askun, Selasa (7/10/2025).
Askun mengaku memahami psikologis KDM yang mulai kewalahan didatangi ratusan bahkan ribuan warga setiap harinya ke Lembur Pakuan-Subang untuk meminta bantuan. Namun demikian, jangan sampai solusi atas persoalan di Lembur Pakuan ini kemudian dibebankan kepada masyarakat secara umum.
“Ya itu resiko KDM sebagai gubernur dan youtober yang selama ini selalu tampil dengan performa begitu di hadapan publik. Sehingga konsekuensinya dompet pribadi pun jadi boncos,” ungkapnya.
“Tapi saya minta KDM tidak membebani masyarakat di luar pajak dan retribusi. Iya memang nominial donasinya kecil cuma Rp 1.000/hari. Tetapi ketika dikumpulkan dalam satu bulan, ya tetap akan membebani masyarakat kalangan bawah. Meski sifatnya sukarela, tetapi terkesan wajib karena dikoordinir RT/RW atas dasar Surat Edaran gubernur,” sambungnya.
“Jangan sampai nanti Jabar Istimewa (Jabis) menjadi Jabar Miskin (Jaskin), karena menghimbau masyarakatnya ‘udunan’ di luar pajak dan retribusi,” sindirnya.
Rangkul Kepala Daerah Buat Posko Aduan Masyarakat
Dalam persoalan ini, Askun lebih setuju agar KDM merangkul semua kepala daerah di Jawa Barat untuk membuat posko aduan masyarakat di daerahnya masing-masing. Sehingga jangan sampai masyarakat yang memiliki kesulitan berdatangan langsung ke Lembur Pakuan.
Sehingga nantinya, posko aduan masyarakat di setiap daerah ini akan mendata setiap bentuk persoalan keluhan ekonomi warga, khususnya di bidang pendidikan dan kesehatan yang selama ini keluhannya sering disampaikan warga ke Lembur Pakuan.
“Dalam persoalan ini lebih baik dicari solusi lain. Tolong dong KDM baik-baik dengan para bupati/walikota, ajak mereka semua. Jangan bentar-bentar masyarakat ngadu ke KDM. Pada akhirnya bupati/walikota di setiap daerah di-bully, karena dianggap tidak peduli kepada masyarakatnya. Saya juga tidak mau Bupati Karawang dibegitukan oleh masyarakat,” saran Askun.
Pemerintah Jangan Recoki Adat Istiadat dan Budaya
Terakhir, Askun menegaskan agar KDM segera mencabut Surat Edaran kebijakan Poe Ibu ini. Karena menurutnya, tidak semua adat istiadat, budaya maupun kebiasaan masyarakat harus selalu diatur dan direcoki pemerintah.
“Biarlah budaya gotong royong masyarakat mengenai rereongan untuk membantu sesama masyarakat ini berjalan dengan sendirinya, tidak perlu diatur dalam bentuk Surat Edaran gubernur. Karena nanti nilai dan kesannya akan berbeda. Yang awalnya bersifat sukarela, tiba-tiba terkesan wajib karena adanya Surat Edaran gubernur,” katanya.
“Lagian jika surat edaran ini diberlakukan, saya kira akan membuat peluang perilaku korupsi baru di masyarakat. Lebih baik budaya rereongan ini berjalan normatif saja seperti biasanya. Jangan bebani lagi masyarakat di luar pajak dan retribusi,” tandas Askun. (red).