Hadiri FGD Disnakertrans Jabar, Hillsi Karawang Soroti Kasus Pemagangan

Pengurus DPC HILLSI Karawang hadir sebagai narasumber FGD Disnakertrans Jabar.

KARAWANG-Ketua DPC Himpunan Lembaga Latihan Seluruh Indonesia (HILLSI) Kabupaten Karawang, Muhtar Soamantri, dengan didampingi Sekretaris Ade Hasan turut hadiri sekaligus narasumber acara Forum Grup Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Barat di Brits Hotel, Selasa (25/6/2024).

Dalam kesempatan itu, mereka berdua memfokuskan tema diskusi pada pilar pembangunan manusia serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dalam perjalanannya menuju visi Indonesia Emas 2045 dengan melibatkan para pengusaha dalam bentuk pemagangan di dalam negeri.

Bacaan Lainnya

Menurut Muhtar, visi Indonesia Emas 2045 adalah sebuah cita-cita NKRI yang harus dikejar oleh semua stakeholder yang terlibat dalam empat pilar pembangunan, di antaranya adalah pembangunan manusia serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, pembangunan ekonomi berkelanjutan, pemerataan pembangunan dan pemantapan ketahanan nasional dan tata kelola pemerintahan.

Muhtar menambahkan, Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan Disnakertrans Provinsi Jawa Barat telah menyampaikan pada pembukaan acara tersebut bahwa banyak kegiatan pemagangan yang diselenggarakan oleh perusahaan penyelenggara tidak sesuai dengan norma perundang-undangan.

“Misalnya, terdapat praktek pemagangan yang lebih dari waktu yang diatur dalam Permenaker Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri,” ujarnya.

Muhtar melanjutkan, Sekretaris Dinas Tenaga Kerja Karawang Irma juga pernah menyampaikan bahwa ada contoh lain pemagangan yang tidak didasari oleh Permenaker Nomor 6/2020, seperti penyelenggaraan pemagangan dalam kerangka kurkulum merdeka.

“Semestinya, dalam penyelenggaraannya tetap harus patuh pada Permenaker Nomor 6/2020, walaupun pesertanya berasal dari perguruan tinggi,” paparnya.

Ia menyampaikan beberapa contoh implementasi pemagangan yang menyalahi aturan pemagangan di dalam negeri. Seperti kontrak pemagangan lebih dari satu tahun, dan contoh lainnya seperti kuota magang yang melebihi batasan yang diatur dalam Permenaker Nomor 6/2020.

“Hal itu perlu ditinjau terlebih dahulu. Sebelum memberikan sanksi, pemerintah dalam hal ini pengawas ketenagakerjaan diharapkan memberikan ruang klarifikasi kepada penyelenggara pemagangan untuk menjelaskan mengapa mereka melakukan pelanggaran norma tersebut. Apabila alasannya sangat darurat, misal kalau tidak memberlakukan pola tersebut perusahaan akan mengalami kebangkrutan, rasanya perlu ada cara lain untuk mengetahui motif perusahaan melakukan hal itu,” saran Muhtar.

Dalam FGD tersebut juga, Ade Hasan menyampaikan bahwa forum diskusi ini bertujuan untuk memperbaiki pelaksanaan pemagangan di dalam negeri, bukan forum untuk menghakimi dan mencari siapa yang salah. Ade Hasan menekankan bahwa program pemagangan yang dimaksud dalam Permenaker Nomor 6/2020 ini bertujuan untuk mencetak SDM agar memiliki kompetensi kerja sesuai dengan standar kompetensi kerja.

Pemagangan di dalam negeri yang diselenggarakan oleh perusahaan merupakan kegiatan CBT yang diatur dalam Permenaker Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan Berbasis Kompetensi (CBT-Competence Based Training).

Dalam kegiatan pelatihan berbasis kompetensi penyelenggara terlebih dahulu harus menyusun rencana skema kompetensi apa yang akan ditempuh oleh peserta magang.

“Rencanakan unit kompetensinya sesuai skema kompetensi, dan berapa lama untuk mencapai unit-unit kompetensi tersebut. Ketika sudah terukur waktu dan unit kompetensi yang akan dicapai serta pertimbangan lain di internal perusahaan penyelenggara maka dapat ditindaklanjuti menjadi proposal permohonan persetujuan pemagangan kepada kepala disnaker di kabupaten/ kota. Pada tahapan perencanaan ini untuk dapat membuat sebuah perencanaan pemagangan diperlukan juga pegawai perusahaan yang memiliki kompetensi metodologi pelatihan, dan lebih baik lagi jika pegawai tersebut sudah tersertifikasi kompetensi metodologinya oleh LSP-BNSP,” paparnya.

Lebih mendalam lagi, dalam pemaparannya Ade Hasan menyampaikan tentang persyaratan perusahaan penyelenggara pemagangan yang salah satu di antaranya adalah adanya pembimbing pemagangan atau instruktur di tempat kerja.

Dalam norma Permenaker Nomor 6/2020 memang tidak eksplisit tentang syarat pembimbing pemagangan atau instruktur tersebut, namun perlu diingat bahwa salah satu konsideran Permenaker Nomor 6/2020 adalah Permenaker Nomor 8/2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan Berbasis Kompetensi.

“Yang mana dalam penyelenggaraan pelatihan berbasis kompetensi diperlukan instruktur yang tidak hanya memiliki kompetensi teknis terkait pekerjaan dalam jabatannya saja, namun juga harus memiliki kompetensi metodologi pelatihan yang kemampuannya terukur, atau tersertikfikasi oleh LSP-BSNP,” terangnya.

Jadi, lanjut Ade, dalam penyelenggaraan pemagangan di dalam negeri permenaker Nomor 6/2020 mengamanatkan agar proses terselenggaranya pemagangan di sebuah perusahaan harus diawali dengan perencanaan yang baik.

“Direncanakan oleh pejabat yang memiliki kompetensi kepelatihan, sehingga rencana pemagangan dapat dinilai sebagai kegiatan competence based training atau pelatihan berbasis kompetensi sesuai konsideran permenaker ini,” ujarnya.

Pada pertengahan paparannya, Ade Hasan menyampaikan kepada Pengawas Ketenagakerjaan agar pengawasan tidak hanya fokus pada tataran penyelenggaraan saja, tetapi juga lebih dalam pada substansi perencanaan pemagangan sebelum dokumen perencanaan pemagangan tersebut menjadi proposal yang harus dipaparkan kepada Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten/ Kota untuk dinilai kelayakannya saat memohon persetujuan dari kepada Dinas Tenaga Kerja kabupaten/kota.

“Setelah dinyatakan layak, barulah Kepala Dinas kabupaten/kota dapat memberikan persetujuan untuk diselenggarakannya pemagangan di perusahaan pemohon,” katanya.

di ujung paparannya, Ade Hasan menyampaikan agar LPK mitra perusahaan tidak hanya diperankan sebagai tugas perbantuan administratif saja. Contohnya seperti pada saat kecelakaan kerja perusahaan meminta tolong kepada pengurus LPK untuk membantu mencarikan faskes pratama.

“Namun lebih jauh dari itu, libatkan juga sebagai mitra yang turut membantu tercapainya kompetensi kerja peserta magang. Misal, mintalah agar instruktur LPK memberikan pendampingan berupa tambahan pengetahuan tentang bidang pekerjaan yang dipelajari pemagang di luar jam kerja,” tutupnya. (red).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *