Nasional HR Institute Gelar Talkshow Peraturan Baru Soal Pajak Natura

KARAWANG-Dalam rangka memenuhi permintaan pengusaha dan praktisi HRD terkait kebijakan perpajakan terbaru, Nasional Human Resource Institute (NHRI) akan menggelar coorporate gathering talkshow dengan tema Implikasi Penerapan Pajak Natura Bagi Profesi HR.

“Kegiatan seminar yang membahas tema aspek pajak dan akuntansi atas natura dan kenikmatan sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 66 Tahun 2023 yang berlaku sejak 1 Juli 2023 ini akan berlangsung secara hybrid. Artinya, dilakukan secara tatap muka di Brits Hotel Karawang pada tanggal 2 September 2023 mendatang,” kata ketua panitia pelaksana Warsito Riswat Ruba kepada delik.co.id pada Minggu (27/8/2023) siang di kediamannya, Purwakarta.

Bacaan Lainnya

Ia menjelaskan, pemerintah telah menerbitkan regulasi teknis terkait pajak atas natura dan kenikmatan yang resmi diterapkan tahun ini. Namun, sejumlah aspek dalam peraturan baru itu masih berpotensi simpang-siur dan membingungkan dalam penerapannya.

“Kami hadir untuk berdiskusi secara komprehensif di acara perkumpulan praktisi HR. Semoga setelah mengikuti seminar, kita para HRD, Finance, dan Accounting jadi lebih paham dan punya kesiapan yang makin matang saat mengajukan banding di Pengadilan Pajak. Tentu goal utamanya adalah banding yang dikabulkan,” beber General Manager HR perusahaan industri di Bekasi ini.

Dalam talkshow singkat tersebut, panitia pelaksana akan menghadirkan para pembicara sangat kompeten di bidangnya yakni Dr. Drs. Endang Mahpudin, M.M. (Konsultan Perpajakan, Dosen Universitas Singaperbangsa, Ketua Bidang Hukum dan Perpajakan NHRI Karawang) dan Amir Hamzah, S.H., MH (Advokat, Corporate Legal Conselor, Industrial Relation and Employer Lawyer, Sekretaris Jenderal NHRI). Selain mereka, Kepala KPP Pratama Karawang pun akan hadir dalam acara spektakuler itu.

Tempat terpisah, ketua umum NHRI Arif Dianto berpendapat bahwa penerapan pajak atas natura yang telah diperjelas melalui PMK 66/2023 tersebut bertujuan memberi kepastian hukum bagi perusahaan.

“Aturan ini sudah menentukan mana yang obyek pajak, mana yang bukan. Tetapi, bagaimana penghitungannya, itu masih jadi pertanyaan. Sehingga, sosialisasi ke perusahaan dan masyarakat luas selaku wajib pajak perlu lebih gencar karena penerapan aturannya masih berpotensi membingungkan bagi Wajib Pajak,” ungkap Arif.

Setidaknya, menurut dia, pemerintah juga tetap harus menjaga komitmen untuk mengenakan pajak atas natura bagi kelompok berpendapatan tinggi yang selama ini sering melakukan penghindaran pajak lewat fasilitas-fasilitas non-tunai.

“PMK 66/2023 memang sudah mengatur lebih detail jenis fasilitas yang bisa dikecualikan dari obyek PPh. Misalnya, makanan dan minuman untuk seluruh pekerja di tempat kerja, peralatan kerja seperti laptop, komputer, ponsel, sarana bagi pegawai yang bekerja di daerah tertentu atau terpencil, biaya pengobatan karena kecelakaan kerja, dan tempat tinggal komunal. Untuk jenis fasilitas seperti ini, seutuhnya tidak akan dipotong pajak, tanpa batasan nilai,” tutup pria berprofesi advokat, praktisi HRD, dan jurnalis di beberapa media online ini. (red).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *