KARAWANG-Problematika banjir tiap tahun selalu menghantui aktivitas dan ekonomi masyarakat Karawang, terutama yang tempat tinggalnya dekat dengan bantaran sungai-sungai besar, seperti sungai Citarum dan sungai Cibeet.
Dalam masa resesnya beberapa hari yang lalu di Rengasdengklok, H. Budiwanto, S.Si, M.M., anggota Komisi II DPRD Provinsi Jawa Barat, menegaskan, solusi banjir harus dilakukan secara komprehensif dengan menggabungkan mitigasi banjir dan pengembangan infrastruktur penampungan air yang memiliki manfaat ekonomi serta ekowisata.
“Persoalan banjir di bantaran Citarum bukan hanya soal debit air yang meluap, tetapi juga bagaimana kita mengelola air tersebut agar memberikan manfaat bagi masyarakat. Saya mendorong solusi berbasis ekowisata agar masyarakat tidak hanya terbebas dari banjir, tetapi juga mendapatkan manfaat ekonomi dari perubahan lingkungan,” ujar Budiwanto kepada delik.co.id, kemarin.
Konsep Solusi Banjir Berbasis Ekowisata
Budiwanto merinci beberapa langkah konkret yang bisa dilakukan untuk mengatasi banjir di Rengasdengklok dan sekitarnya:
Di antaranya perlu diawali dengan identifikasi daerah rawan banjir, pemetaan wilayah kritis yang kerap tergenang banjir guna menentukan titik-titik strategis untuk penanganan.
“Analisis pola aliran air untuk memahami faktor penyebab utama banjir, baik dari sedimentasi sungai, buruknya sistem drainase, maupun tingginya curah hujan,” ucap Ketua DPD PKS Karawang ini.
Kedua, lanjutnya, relokasi dan pembangunan infrastruktur penampungan air, pembangunan embung dan bendungan kecil di area strategis guna menampung air saat musim hujan dan memanfaatkannya di musim kemarau.
“Normalisasi sungai Citarum dan sodetan air untuk mengalihkan aliran air ke beberapa jalur sehingga tidak terkonsentrasi di satu titik. Pembuatan sumur resapan dan biopori untuk meningkatkan daya serap tanah terhadap air hujan,” ungkapnya.
Masih kata H. Budiwatno, selanjutnya yang ketiga, pengembangan ekowisata berbasis air. Ia mengusulkan konsep ekowisata untuk menjadikan daerah sekitar penampungan air lebih produktif. Pembangunan taman air dan danau buatan, dilengkapi dengan perahu wisata, pemancingan dan jogging track.
“Penghijauan di sekitar embung untuk menciptakan ekosistem yang nyaman dan sehat. Kolaborasi dengan UMKM setempat, seperti membuka sentra kuliner, kerajinan, dan usaha berbasis lingkungan,” jelasnya.
Selain itu, sambungnya, konsep agrowisata juga dapat dikembangkan. Yakni dengan pemanfaatan lahan sekitar bendungan untuk pertanian hortikultura dan perikanan air tawar guna mendukung ketahanan pangan. Pembangunan saung edukasi dan gazebo sebagai tempat wisata dan pusat informasi ekologi.
Selanjutnya pengelolaan berkelanjutan dan keterlibatan masyarakat, ujar Budiwanto, pembentukan komunitas lokal untuk menjaga kebersihan dan keberlanjutan kawasan wisata air. Edukasi kepada masyarakat mengenai manfaat embung dan sodetan agar mereka turut berperan aktif dalam perawatannya.
“Kolaborasi antara pemerintah daerah, swasta, dan komunitas untuk memastikan ekosistem ini terus berkembang. Namun demikian harus ada dukungan seluruh stakeholder baik pusat, provinsi dan juga daerah terutama masyarakat juga harus mendukung gagasan Ini,” tegasnya.
Gagasan yang disampaikan di atas ternyata ada warga menyambut baik gagasan ini dengan tegas, mengingat selama ini mereka hanya menjadi korban banjir tanpa solusi jangka panjang.
“Kalau ada embung dan sodetan, banjir bisa berkurang. Kalau dibuat wisata, masyarakat juga bisa ikut berjualan. Ini solusi yang bagus,” ujar M. Wahyu, warga Rengasdengklok.
Budiwanto menegaskan bahwa mitigasi banjir berbasis ekowisata bukan hanya solusi teknis, tetapi juga strategi ekonomi. Ia berharap pemerintah daerah dapat segera merealisasikan langkah-langkah ini guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menekan dampak banjir di wilayah Karawang.
“Dengan strategi yang tepat, kita bisa mengubah tantangan menjadi peluang. Daerah yang sering banjir justru bisa menjadi pusat ekonomi baru dengan pendekatan yang inovatif,” tutupnya. (red).