KARAWANG-Penipuan terhadap para pencari kerja (pencaker) kembali terjadi di Kabupaten Karawang.
Belasan pencaker melaporkan yayasan penyalur kerja CSM ke polisi pada Kamis (22/2/2024), karena mereka merasa tertipu telah menyerahkan uang hingga belasan juta rupiah dengan diiming-imingi kerja tetapi nyatanya mereka tidak juga kunjung menerima pekerjaan setelah sekian lama menunggu.
Menanggapi permasalahan tersebut, Ketua LBH LSM Sundawani, Abu Nurbuana, S.H., angkat bicara.
Menurut Abu, kasus penipuan pencaker oleh oknum sejumlah pihak ataupun oleh oknum lembaga penyalur kerja kerap terjadi di Kabupaten Karawang, hanya saja tidak semua para korban mau melaporkan kasus tersebut ke pihak kepolisian
“Saya rasa ini bukan kasus pertama kali, bahkan mungkin sudah bosan dengarnya bahkan kebanyakan (korban) tidak melaporkan. Nah, ini menunjukkan bahwa masyarakat, mudah-mudahan saya salah menyimpulkan, sudah bersikap apatis,” kata Abu kepada delik.co.id, Sabtu (24/2/2024).
Artinya, lanjutnya, kekhawatiran masyarakat terhadap penipuan ada, namun karena terdorong demi kebutuhan agar anak-anaknya bisa bekerja dan bisa membantu ekonomi keluarga, maka mereka mau saja mengeluarkan uang ketika ada orang atau yayasan menjanjikan masuk ke perusahaan untuk bekerja dengan sejumlah nominal uang dimuka.
“Sebenarnya laporan ke pihak berwajib ini bukan solusi agar kasus ini tidak terjadi lagi, apalagi hanya sebatas penekanan ke polisi biar diproses, enggak perlu karena polisi sudah ada tupoksinya, tapi yang menjadi akar masalahnya justru lowongan kerja untuk warga Karawang itu sendiri yang minim sementara jumlah calon tenaga kerja tiap tahunnya bertambah dan itulah yang harus menjadi perhatian para stakeholder,” bebernya.
Abu menegaskan, sebenarnya di Kabupaten Karawang sudah ada regulasi yang mengatur ketenagakerjaan yang bertujuan meminimalisir angka pengangguran bagi pribumi Karawang, yakni Perda Nomor 1 Tahun 2011 tentang Ketenagakerjaan, tetapi kendalanya dinas terkait (Disnakertrans Karawang) lemah mengawasi implementasi perda tersebut.
“Aturan sudah jelas tapi kok sedikit penyerapan angkatan produktif tenaga kerja dibanding dengan lulusan sekolah menengah setiap tahunnya, berarti ada yang tidak beres dalam pengawasan implementasi Perda Ketenagakerjaan,” tegasnya.
Abu tidak sepakat jika Perda Ketenagakerjaan dianggap rasis, tetapi perda tersebut dianggap bisa protektif bagi warga Karawang agar mereka bisa mendapatkan pekerjaan lebih luas dibanding warga luar Karawang.
“Rasio dalam perda itu kan 60:40. 60 persen bagi warga lokal Karawang dan 40 persen warga luar Karawang. Kita enggak sama sekali melarang warga luar Karawang untuk bekerja di sini. Jadi solusinya adalah pengawasan dinas terkait dengan melibatkan semua elemen masyarakat, seperti Karang Taruna, Ormas dan LSM. Jangan sampai masalah pengangguran ini kian hari jadi meledak Hhnga akibatkan demonstrasi di mana-mana ,” tutupnya. (red).