KARAWANG-Sengkarut program lintas sektor (lintor) SHAT Budidaya di Desa Tanjung Pakis, Kecamatan Pakisjaya, yang dilaksanakan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Karawang dan Kantor Pertanahan (BPN) Karawang yang digulirkan sejak 2018 kini mulai meyeruak.
134 bidang milik warga yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan terancam gagal disertifikasi lantaran disinyalir ada klaim dari Perhutani bahwa bidang warga yang masuk program Lintor milik Perhutani.
Padahal warga telah mengeluarkan sejumlah uang hingga jutaan rupiah agar lahan mereka disertifikasi.
Mirisnya, DKP Kabupaten Karawang terkesan cuci tangan dengan masalah tersebut. Hal itu terungkap ketika delik.co.id dan DPC LSM Korek mendatangi Kepala Bidang Budidaya DKP Kabupaten Karawang, Supriadi, di kantornya untuk klarifikasi permasalahan tersebut.
Menurut Ketua DPC LSM Korek Karawang, Suhanta, program lintor budidaya yang digulirkan sejak tahun 2018 hingga 2020 di Pakisjaya terbengkalai tak jelas ujungnya hingga saat ini.
“Yang mengganjal program tesebut menurut BPN Karawang adanya klaim dari Perhutani bahwa lahan warga masuk lahan milik Perhutani,” kata Suhanta kepada delik.co.id, kemarin.
Namun anehnya, lanjut Suhanta, pihak BPN Karawang tidak bisa menunjukkan bukti klaiman dari Perhutani kepada warga.
“Pihak Perhutani hanya bisa menunjukkan peta, kalau cuman peta semua orang bisa. Tapi sebaliknya kami bisa menunjukkan data daerah mana saja yang masuk Perhutani,” ujarnya.
Bahkan menurut informasi yang didapatkan pihaknya dari warga, pihak DKP Kabupaten Karawang telah menerima sejumlah uang dari warga berkaitan dengan program Lintor tersebut.
“Jadi masyarakat merasa dirugikan, sudah keluar uang tapi sertfikasi engak kelar-kelar,” ucapnya.
Suhanta menegaskan, pihaknya dalamw waktu dekat akan melakukan audiensi dengan pihak BPN Karawang dan DKP Kabupaten Karawang untuk mempertanyakan kejelasan program Lintor.
“Demi membela masyakarat Desa Tanjungpakis, kami akan terus mengawal masalah ini,” tandasnya.
Sementara itu Kabid Budidaya DKP Kabupaten Karawang, Supriadi, menegaskan jika program Lintor Budidaya merupakan program dari pusat, dalam hal ini dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan BPN dan program itu sudah berlangsung sejak tahun 2014 yang diawali untuk para nelayan.
Program Lintor di Pakisjaya muncul pada tahun 2017 dan 2018, namun pada tahun 2018 program itu mentok karena dijegal oleh Perhutani. Sehingga program tahun 2019 dan 2020 ditunda karena fokus untuk menyelesaikan masalah tahun 2018.
“Kami di daerah hanya sebagai pelaksana saja,” dalihnya.
Ketika dihadapkan masalah ada klaim Perhutani, Supriadi mengatakan, sepengetahuan dirinya di lahan yang masuk program Lintor di Pakisjaya itu tidak ada milik Perhutani. Yang masuk lahan Perhutani itu di Cikiong dan Segarjaya.
“Namun mereka bersikeras punya data bahwa ada lahar Perhutani di Pakisjaya. Lalu saya usulkan biar masalah ini clear, undang saja warga dan LSM Korek untuk audiensi,” tuturnya.
Selain itu, lanjutnya, pihak BPN Karawang meminta agar CPCL penerima program Lintor diganti atau dialihkan ke wilayah lain. Namun pihaknya menolak karena sertifikasi ini sedang dalam proses.
“Kalau mereka diganti, nanti mereka marahnya ke saya,” ujarnya.
Supriadi pun membantah kalau pihaknya menerima sejumlah uang tekait program lintor dari warga.
“Itu tidak betul,” tutupnya. (red).