Pengamat Politik : Meski Ada Kekurangan, Sistem Pemilu Legislatif Proporsional Terbuka Lebih Demokratis

Gili Argenti.
Gili Argenti.

KARAWANG– Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutus gugatan sistem pemilu proporsional terbuka dalam Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, Kamis (15/6/2023).

Dalam putusannya, MK menolak permohonan gugatan terkait sistem Pemilu tersebut dan menyatakan Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.

Bacaan Lainnya

Menanggapi keputusan MK, pengamat politik yang juga akademisi Unsika, Gili Argenti, S.IP., M.Si, mengatakan, publik harus menghormati setiap keputusan dari MK yang hari ini telah memutuskan tetap menggunakan sistem pemilu legislatif dengan proporsional terbuka, atau suara anggota legislatif terpilih berdasarkan suara terbanyak.

“Meskipun kita tidak menutup mata sistem tersebut masih terdapat kekurangan, tetapi seiring berjalannya waktu pelan dan pasti kita harus memperbaiki segala kekurangan itu,” ucapnya ketika dimintai pendapatnya oleh delik.co.id, terkait putusan MK soal gugatan Pemilu, Kamis (15/6/2023).

Menurutnya, sistem proporsional terbuka memang diakui lebih menjamin adanya kompetisi elektoral lebih demokratis, sebab para pemilih bisa menentukan langsung siapa akan menjadi wakilnya di lembaga legislatif, mereka memilih nama bukan gambar, konsekuensinya relasi antara anggota legislatif yang terpilih dengan konstituennya terjalin lebih erat.

“Hal ini diharapkan berdampak janji politik ketika kampanye dapat terealisasi, dengan mengeluarkan kebijakan pro terhadap rakyat,” ujar kandidat doktor ilmu politik Unpad ini.

“Apabila anggota legislatif tidak merealisasikan janji politik ketika kampanye, konsekuensinya ia akan ditinggalkan oleh para pemilih di pemilu berikutnya,” sambungnya.

Gili mengungkapkan, hal ini berbeda apabila menggunakan sistem proporsional tertutup, publik hanya memilih gambar partai tanpa tahu siapa akan mewakili masyarakat di legislatif, sebab otoritas partai dalam menentukan siapa akan menjadi anggota parlemen memiliki peran besar, sehingga dikhawatirkan anggota legislatif lebih loyal kepada partai politiknya dari pada ke pemiliknya.

“Sedangkan bagi partai politik baru, penggunaan sistem proporsional terbuka memberi peluang dan harapan mereka mendapatkan suara signifikan, asalkan bisa menempatkan calon anggota legislatif di setiap dapil dengan memasang figur memiliki popularitas dan elektabilitas tinggi, jadi ketidakmaksimalan sosialisasi partai sebagai partai baru, dapat tertolong dengan hadirnya sosok-sosok bisa menjadi magnet elektoral,” ungkapnya.

Tentunya, lanjutnya, dengan dipertahankannya sistem proporsional terbuka, diharapkan bisa memacu para calon anggota legislatif, untuk bisa menjalin relasi lebih dekat dengan pemilih, kedekatan itu dibangun berbasiskan pada program politik ditawarkan, dengan menyampaikan pemikiran serta gagasan diruang publik.

“Karena hakikatnya politik itu merupakan industri pemikiran dan gagasan, bukan transaksi bersifat ekonomis atau pragmatis,” tutupnya. (red).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *