KARAWANG-Aktivitas tambang batu kapur di wilayah Karawang Selatan yang telah memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) kini menjadi sorotan karena dinilai dapat merusak lingkungan. Meski beroperasi secara legal, sejumlah pihak menilai bahwa dampaknya terhadap lingkungan sekitar, termasuk potensi longsor, pencemaran air, dan kerusakan hutan, perlu dievaluasi ulang.
Ketika hal tersebut coba dikonfirmasi kepada anggota DPRD Provinsi Jawa Barat yang mewakili dapilnya (Karawang-Purwakarta), H.Budiwanto, S.Si, M.M., ia berpendapat kalau memang para aktivis melihat adanya potensi kerusakan lingkungan maka perlu dilakukan evaluasi dan Pengawasan Pemerintah.
“Pemerintah melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memiliki wewenang untuk melakukan evaluasi izin,” ujarnya kepada delik.co.id, Jumat (21/3/2025) pagi.
Jika ditemukan pelanggaran terhadap Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau ketidaksesuaian dengan izin operasional, maka H. Budiwanto berpendapat pemerintah dapat melakukan sejumlah langkah, di antaranya pertama menghentikan sementara operasional tambang, lalu kedua memerintahkan perbaikan tata kelola tambang, atau bisa mencabut izin jika terjadi pelanggaran berat.
“Karena permasalahannya izin tersebut dikeluarkannya oleh pemerintah pusat bukan daerah,” katanya.
Selain itu, lanjutnya, audit lingkungan dan inspeksi lapangan diperlukan untuk menilai sejauh mana dampak negatif tambang terhadap wilayah sekitar.
Gugatan Hukum dan Sanksi Administratif
Apabila perusahaan terbukti melanggar aturan, sanksi administratif dapat diterapkan, mulai dari teguran tertulis, denda administratif, penghentian sementara operasional, hingga pencabutan izin. Selain itu, masyarakat yang terdampak, LSM lingkungan, atau pemerintah setempat dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau melakukan gugatan perdata terkait pencemaran lingkungan.
Budiwanto juga berpendapat perlu peran masyarakat dan lembaga independen. Karena warga sekitar juga memiliki hak untuk mengajukan aduan ke Kementerian LHK atau Ombudsman jika menemukan pelanggaran dalam operasional tambang. Selain itu, gerakan sosial dan tekanan dari media dapat mempercepat evaluasi izin serta mendesak pemerintah untuk bertindak lebih tegas.
“Namun juga ada solusi yaitu penyelesaian melalui dialog dan CSR perusahaan,” ucapnya.
Jika penghentian tambang dianggap tidak memungkinkan, opsi lain adalah negosiasi antara masyarakat, pemerintah, dan perusahaan guna mencari solusi terbaik, seperti perbaikan tata kelola tambang, kompensasi bagi warga terdampak, atau pemanfaatan dana reklamasi untuk memulihkan lingkungan setelah aktivitas tambang selesai.
Jika tambang terbukti membahayakan lingkungan dan masyarakat, izin dapat dihentikan atau dicabut melalui mekanisme hukum yang berlaku. Langkah tegas dari pemerintah dan peran aktif masyarakat sangat diperlukan untuk memastikan bahwa aktivitas pertambangan tetap memperhatikan keseimbangan lingkungan serta kesejahteraan warga sekitar.
“Namun dalam hal ini memang perlu kehati-hatian karena semuanya telah memiliki hak dan kewajiban. Perlu analisa yang tepat agar tidak terjadi konflik interest dan juga meluas di sinilah perlunya peran pemerintah daerah kabupaten untuk melakukan mediasi bersama dan menjadi link and match antara pengusaha dengan lapisan masyarakat,” tutupnya. (red).