Sepetak Mengendus Ada Korporasi Hitam dan Pejabat Kemaruk Dibalik Rencana Raperda RTRW

Ketua Umum Sepetak, Wahyudin alias Bogel.
Ketua Umum Sepetak, Wahyudin alias Bogel.

KARAWANG-Kegaduhan rencana revisi Perda (Raperda) Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karawang belakangan ini jadi sorotan sejumlah pihak, tak terkecuali Serikat Pekerja Tani Karawang (Sepetak).

Bahkan, Sepetak mengendus ada korporasi hitam dan pejabat kemaruk dibalik rencana Raperda RTRW tresebut.

Bacaan Lainnya

“Pembahasan Raperda RTRW akan membangkitkan ingatan rakyat pada Omnibuslaw UU Cipta Kerja dimana semasa proses pembahasan di eksekutif (pemerintah), masyarakat kesulitan mengontrol proses produksi regulasi tersebut karena pembahasan draft UU dilakukan secara tertutup,” kata Ketua Umum Sepetak, Wahyudin, kepada delik.co.id, Selasa (30/3/2021).

Ada alasan khusus berkaitan kronologis munculnya UU Cilaka, kata pria yang akrab disapa Bogel ini, yaitu pemerintah sadar bila pembahasan RUU dilakukan secara terbuka (menjaring aspirasi dan partisipasi rakyat) akan mendapat penentangan, sebab RUU itu sarat kepentingan pengusaha (kapitalis/investor) sementara rakyat sangat dirugikan.

Begitu pula saat draft UU menggelinding ke parlemen, pembahasan masih dilakukan secara tertutup. Sementara perlawanan rakyat terhadap Omnibuslaw Cipta Kerja justru disambut dengan represivitas aparat.

Tak cukup sampai menjadi Undang-undang, lanjut Bogel, Cipta Kerja butuh perangkat tekhnis untuk menempatkan investasi pembangunan infrastruktur, mengeksploitasi sumber daya alam dengan penambangan dan pembabatan hutan hingga ekspansi industri-industri manufaktur. Perangkat teknis itu diantaranya adalah adaptasi spatial plan, yang hari ini sedang dipersiapkan oleh pemerintah daerah Karawang.

Baca juga : Setakar Karawang : Ada Upaya 700 Ha di Kutamaneuh dan Kutalanggeung Diubah Jadi Kawasan Industri

“Rupanya Pemkab Karawang (Bupati) lupa bahwa dirinya pernah mengeluarkan surat dukungan kepada rakyatnya pada saat demo menolak Omnibuslaw Cilaka. Justru, cara-cara pemerintah pusat dalam meloloskan Omnibuslaw Cilaka ditirunya saat ini dalam pembahasan RTRW,” sentil wahyudin.

Lebih lanjut wahyudin menyampaikan dugaan mengenai adanya sejumlah restorasi mega proyek yang membutuhkan distribusi ruang seperti bandara, jalan tol, sarana penunjang kawasan industri serta pertambangan dan sebagainya.

Contohnya, plot wilayah tambang karst seluas kurang lebih 700 hektare yang konsesinya akan diberikan kepada korporasi nasional, yang menurut Bogel merupakan kabar buruk bagi rakyat dan keutuhan ekologi.

Begitu pula dengan rencana penggunaan daerah resapan air untuk perluasan kawasan industri di Desa Kutamaneuh dan Desa Kutalanggeung, kecamatan Tegalwaru, seluas 700 hektare sebagaimana yang sejak tiga tahun lalu telah dimohon korporasi.

“Tak hanya di Tegalwaru, lahan pertanian milik rakyat yang memiliki fungsi ekonomi dan daerah resapan air di Kecamatan Ciampel juga tak luput dari ancaman pencaplokan oleh keserakahan korporasi,” ujarnya.

Ketua Umum Sepetak yang terpilih dalam kongres IV ini menegaskan argumentasinya, agenda-agenda entitas bisnis swasta akan bisa mengoperasikan kapitalnya dengan baik bila disertai dukungan penuh regulasi RTRW dan campur tangan pejabat penting yang secara simbiosis saling menguntungkan.

Bahkan diduga terdapat pejabat penting Karawang yang memiliki tanah luas di lokasi yang saat ini dipersiapkan untuk plot mega proyek khususnya di Kecamatan Tegalwaru dan Kecamatan Ciampel.

“Tentu saja pejabat kemaruk tersebut menggunakan kapasitas jabatan dan wewenangannya untuk memeroleh kekayaan yang fantastis,” pungkasnya. (red).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *