KARAWANG-Rombongan Komisi II DPRD Kabupaten Karawang melakukan sidak ke lokasi pembangunan pasar Proklamasi yang dibangun oleh PT Visi Indonesia Mandiri pada Rabu (19/5/2021).
Kendati pembangunan pasar tersebut mandek dari batas waktu yang telah ditentukan, Komisi II tetap memberikan dukungan kepada PT VIM untuk segera tuntaskan pembangungan tersebut dengan adanya dasar adendum perjanjian kerjasama (PKS).
“Ada beberapa hal yang perlu juga dievaluasi terkait mandeknya pembangunan pasar Proklamasi,” kata Wakil Ketua Komisi II DPRD Karawang, Dedi Rustandi.
Politikus PPP yang akrad disapa Derus itu menuturkan, PKS antara Pemkab Karawang dan PT VIM seyogyanya berakhir pada 27 Mei 2021. Namun karena ada persoalan non teknis pandemi Covid-19 yang berimbas pembangunan pasar tersebut belum kelar sesuai batas waktu dalam PKS.
Selain itu, sambungnya, non teknis lainnya adalah belum ada sinkronisasi antara Ikatan Pedagang Pasar Rengasdengklok (IPPR) dengan PT VIM.
“Kami berikan solusi untuk itu dan berharap persoalan itu bisa diselesaikan segera,” ucapnya.
“Kami minta ada kepastian hukum (adendum) sehingga ada kejelasan batas waktu. Kalau ini bisa diselesaikan kira-
kira sampai berapa tahun,” timpalnya.
Derus juga mendorong ada kebijakan Bupati Karawang terkati dengan penetapan pasar Rengasdengklok hari ini menjadi ruang terbuka hijau (RTH).
“Sebelum ada adendum PKS, kebijakan RTH itu sudah keluar biar ada pegangan hukum bagi para pedagang, PT VIM dan Komisi II,” ulasnya.
Pihaknya pun sudah memastikan kepada PT VIM bisa menyelesaikan pembangunan pasar Proklamasi dalam satu tahun ke depan jika semua instrumen yang disebut di atas telah selesai juga.
“Kita sepakati tahun ke depan (pembangunan pasar-red) sudah selesai,” tandasnya.
Di tempat yang sama, Manager PT VIM, Agung, menegaskan, persoalan dengan IPPR, pihaknya sudah melakukan kebijakan yang meringankan bagi para pedagang. Di antaranya harga yang ditawarkan PT VIM merupakan harga terbaik, di bawah harga pasar Cilamaya. Kemudian tenggat waktu pinjaman yang tidak melebihi seperti yang dilakukan bank swasta atau bank pemerintah.
“Juga DP minimal 20 persen sudah kami berikan sebelum bangunan jadi, namun mereka meminta DP dibawah 20 persen. Soal DP dibawah 20 persen kami tidak bisa,” bebernya.
Pihaknya pun telah menerima 49 daftar nama IPPR. Dari 49 nama tersebut ada yang sudah daftar, ada sebagian yang tidak mampu dan ada yang tidak mau lakukan pembelian. (red).