DELIK.CO.ID-Ada tradisi yang berkembang di masyarakat Indonesia, khususnya di pulau Jawa jika menjelang puasa Ramadan mereka ramai-ramai berziarah makam kubur. Baik itu ke makam keluarga atau ke makam para ulama.
Sebagian mengistilahkan tradisi ini sebagai arwahan, nyekar (sekitar Jawa Tengah), kosar (sekitar JawaTimur), munggahan (sekitar tatar Sunda) dan lain sebagainya. Bagi sebagian orang, hal ini menjadi semacam kewajiban yang bila ditinggalkan serasa ada yang kurang dalam melangkahkan kaki menyongsong puasa Ramadhan.
Dilansir dari laman nu.or.id, Rasulullah SAW pada awal perkembangan Islam memang pernah melarang umat Islam berziarah ke kuburan, mengingat kondisi keimanan mereka pada saat itu yang masih lemah. Serta kondisi sosiologis masyarakat Arab masa itu yang pola pikirnya masih didominasi dengan kemusyrikan dan kepercayaan kepada para dewa dan sesembahan. Rasulullah SAW mengkhawatirkan terjadinya kesalahpahaman ketika mereka mengunjungi kubur baik dalam berperilaku maupun dalam berdoa.
Naumun di kemudian hari, Rasulullah pun memperbolehkan berziarah kubur. Demikian keterangan Rasulullah saw yang bisa kita temukan dalam Sunan Turmudzi no 973 .
Hadits dari Buraidah ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda “Saya pernah melarang berziarah kubur. Tapi sekarang Muhammad telah diberi izin untuk berziarah ke makam ibunya. Maka sekarang berziarahlah, karena hal itu dapat mengingatkan kamu kepada akhirat.
Dengan dasar hadis itu, dibenarkan berziarah ke makam orang tua dan juga ke makam orang saleh dan para wali. Selama ziarah itu dapat mengingatkan kita kepada akhirat. Begitu pula ziarah ke makam para wali dan orang saleh merupakan sebuah kebaikan yang dianjurkan. (red).
Sumber : nu.or.id.