KARAWANG-Tepat memperingati Hari Tata Ruang Nasional yang jatuh pada 8 November 2023, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Karawang meluncurkan sebuah gebrakan inovasi Ketentuan Teknis Khusus Pengendalian Pemanfaatan Ruang (Kaktus Petarung).
Plt Kepala DPUPR Kabupaten Karawang, H. Rusman, melalui Kabid Penataan Ruang Puguh, mengatakan, Dinas PUPR adalah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang mendapatkan mandat tugas pokok dan fungsi salah satunya urusan penataan ruang, tengah menyusun instrumen pengendalian pemanfaatan ruang untuk mengantisipasi tingginya pertumbuhan investasi di Karawang.
“Untuk mengatasi permasalahan belum optimalnya pengendalian pemanfaatan ruang, tengah dirumuskan kebijakan optimalisasi pengendalian pemanfaatan ruang melalui penguatan regulasi Kaktus Petarung,” ucapnya kepada awak media usai acara Hantaru Nasional 2023 di Mercure Hotel, Rabu (8/11/2023).
Baca juga : Gebyar, Dinas PUPR Karawang Gelar Hari Tata Ruang Nasional 2023
Dengan menggunakan instrumen Kaktus Petarung, kata Puguh, maka pengendalian pemanfaatan ruang daerah akan lebih optimal sekaligus memberi ruang kontribusi sektor swasta dalam penyediaan infrastruktur publik. Hal ini bisa menjadi alternatif penyediaan infrastruktur publik bagi daerah yang memiliki keterbatasan sumber pendapatan untuk pembangunan.
“Regulasi teknis pengendalian pemanfaatan ruang dengan instrumen Kaktus Petarung juga memberi landasan hukum bagi aparatur penegak perda dalam menindak pelanggaran peruntukan ruang maupun persyaratan teknis perizinan sehingga ruang wilayah menjadi lebih tertata, nyaman, aman, produktif dan berkelanjutan,” ujarnya.
Instrumen Pengendalian Kaktus Petarung diharapkan menjadi acuan bagi penanganan kegiatan pemanfaatan ruang tanpa izin, pengenaan sanksi terhadap pelanggaran perubahan peruntukan lahan, dan perubahan peruntukan bangunan tanpa izin.
“Kaktus Petarung juga diharapkan dapat memberi rasa keadilan pada masyarakat yang selama ini mematuhi ketentuan tata ruang namun di sisi lain terdapat investor nakal yang tidak patuh dengan ketentuan tata ruang tapi tidak pernah mendapatkan sanksi. Ketiadaan pengenaan sanksi tersebut dikarenakan tidak ada dasar hukum pengenaan sanksi yang jelas,” tegasnya.
Puguh menjelaskan, instrumen pengendalian yang akan disusun berangkat dari landasan teori teknik pengaturan zonasi yang ada dalam literatur perencanaan wilayah dan kota ataupun perancangan kota, namun teknik pengaturan zonasi tersebut belum lazim diterapkan di kabupaten/kota di Indonesia.
Saat ini baru beberapa kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Bandung yang telah menerapkan instrumen pengendalian tersebut, itu pun masih secara parsial disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing. Teknik pengaturan zonasi telah diterapkan di kota-kota negara maju sebagai bentuk disinsentif pengendalian pemanfaatan ruang, dengan dimodifikasi sesuai tujuan dan kharakter kota setempat.
“Instrumen ini terbukti masih berjalan hingga kini sehingga dapat diserap kebijakannya dan diterapkan di kabupaten/kota di Indonesia, tentunya disesuaikan dengan kharakter perkotaannya,” kata Puguh.
Ia membeberkan, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, dan telah ditetapkan menjadi Undang-Undang melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, pada prinsipnya merupakan penyederhanaan regulasi secara besar-besaran yang terdiri dari 79 undang-undang menjadi 1 undang-undang.
“Tujuan utama penetapan Omnibus Law di sektor investasi adalah menciptakan iklim berusaha dan ekosistem investasi yang berkualitas bagi para pelaku bisnis, termasuk UMKM dan investor asing, dalam rangka membuka lapangan kerja seluas-luasnya. Dengan kebijakan baru ini diharapkan akan tercipta peningkatan kegiatan investasi secara signifikan di seluruh wilayah Indonesia termasuk di Kabupaten Karawang yang berdampak pada terbukanya lapangan kerja bagi masyarakat,” ucapnya.
Menurut Puguh, peningkatan investasi juga merupakan salah satu sasaran Reformasi Birokrasi (RB) berdampak yang dicanangkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB). Tagline ‘Bergerak untuk Reformasi Birokrasi Berdampak’ merupakan penjabaran dari arahan Presiden yang menginginkan birokrasi berdampak, birokrasi bukan tumpukan kertas, dan birokrasi lincah dan cepat. Melalui pelaksanaan program Reformasi Birokrasi tematik peningkatan investasi, diharapkan dapat menumbuhkan iklim investasi terutama di daerah.
“Dalam rangka menunjang kebijakan investasi tersebut pemerintah telah menempatkan Tata Ruang sebagai pintu masuk investasi. Kebijakan membuka pintu investasi seluas-luasnya harus diimbangi dengan kebijakan pengendalian yang kuat terutama dalam pengawasan dan pemantauan tata ruang,” ungkapnya.
Masih menurut Puguh, pengendalian kegiatan investasi dilakukan sejak awal proses perizinan kegiatan berusaha yang wajib sesuai dengan tata ruang. Direktur Jenderal (Dirjen) Tata Ruang, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Gabriel Triwibawa menyampaikan bahwa dalam bidang penataan ruang, Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) merupakan salah satu produk untuk mewujudkan investasi.
“Dalam pemberian KKPR, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) berfungsi sebagai payung hukum atau pintu masuk investasi. RDTR kabupaten dan kota harus terintegrasi dengan OSS RBA,” ujarnya.
Sebelum RDTR kabupaten dan kota ditetapkan, sambungnya, maka Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) menjadi rujukan kesesuaian tata ruang dalam bentuk Persetujuan KKPR. Di sisi lain peran Direktorat Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang dalam mendukung investasi terletak pada pengendalian pemanfaatan ruang untuk kegiatan investasi. Kebijakan membuka keran investasi sebasar-besarnya ini perlu diimbangi dengan penguatan sistem pengendalian pemanfaatan ruangnya.
“Sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk, perkembangan Kabupaten Karawang juga menjadi daya tarik bagi masuknya migrasi penduduk dari luar Karawang seperti pelaku usaha, investor, serta pegawai dari kegiatan ekonomi beserta keluarganya secara bertahap bermigrasi dan menetap di Kabupaten Karawang,” katanya.
Ia menambahkan, pertumbuhan penduduk berimplikasi pada kebutuhan penyediaan sarana dan prasarana pendukung seperti tempat tinggal, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, fasilitas ekonomi, sosial, olah raga dan fasilitas lainnya. Ruang terbuka publik juga menjadi kebutuhan yang penting untuk dapat dipenuhi secara proporsional dengan jumlah penduduk ataupun luas wilayah permukiman yang ada.
Mengingat keterbatasan anggaran pemerintan daerah, penyediaan infrastruktur dasar permukiman dan sarana prasarana menjadi tantangan tersendiri. Penyediaan infrastruktur dan ruang terbuka publik pada dasarnya merupakan tanggung jawab pemerintah, namun pada pelaksanaannya, pemerintah daerah dapat dibantu oleh pihak swasta serta pihak lain yang mengembangkan usaha atau memanfaatkan lahan di Kabupaten Karawang.
“Perkembangan wilayah yang pesat akibat masuknya kegiatan investasi yang tinggi, tidak sebanding dengan ketersediaan ruang yang bersifat tetap maka perlu penguatan pengendalian pemanfaatan ruang agar tertata dan tercipta ruang wilayah yang aman, nyaman namun tetap produktif dan berkelanjutan,” tutupnya. (red).
4.5