KARAWANG-LBH Cakra dan Ormas Gerakan Militansi Pejuang Indonesia (GMPI) menduga Pertamina telah abaikan syarat legal formal dan hak warga Desa Sekarwangi yang terdampak eksploitasi minyak.
Kesimpulan itu didapatkan setelah melewati beberapa rangkaian pendampingan terhadap warga Kampung Bakanhuma, dimulai dengan kedatangan sejumlah tokoh masyarakat dan petani Sekarwangi ke kantor LBH Cakra, hingga ke tahap survei ke lapangan untuk menemukan fakta-fakta di lapangan.
Wakil Direktur LBH Cakra, Dede Nurdin, menjelaskan, kesimpulan sementara hasil pendampingan LBH Cakra dan GMPI terhadap warga Bakanhuma Desa Sekarwangi, Kecamatan Rawamerta, pihaknya menduga bahwa pola-pola pelaksana proyek eksplorasi dan eksploitasi Pertamina tidaklah jauh beda dan terus berulang di banyak tempat di Karawang. Profit oriented-nya sangat kental.
Prinsip ekonomi kapitalistis “berkorban sekecil-kecilnya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya”, ternyata mendarahdaging juga dalam karakter perusahaan plat merah ini.
“Sepertinya mereka masih lupa bahwa Badan Usaha Milik Negera itu tidaklah sama dengan perusahaa-perusahaan privat. Rakyat punya andil dalam keberlangsungan Pertamina, sehingga perlu diajak ngobrol satu meja dan diajak berpartisipasi sebelum proyek dimulai,” katanya dalam keterangan rilisnya kepada delik.co.id, Kamis (11/11/2021).
Baca juga : Tindak Lanjut RDP, DPRD Karawang, LBH Cakra dan Pertamina Turun Bersama ke Desa Sekarwangi
Setelah menerima pengaduan warga paling terdampak, Dede menilai hasil hearing dengan DPRD beserta Humas pertamina serta cek fakta di lapangan, pihaknya mensinyalir bahwa proyek Pertamina di Sekarwangi masih diragukan asfek legal formalnya, menyangkut izin lokasi, amdal lalin, dan perizinan lainnya.
“Warga Bakanhuma sebagai warga yang paling dekat dengan lokasi pengeboran, tidak pernah menandatangi surat persetujuan. Tetapi kenapa Pertamina mengklaim bahwa proyek mereka sudah lengkap izin lingkungannya?” tanyanya heran.
Selain itu, sambung Dede, dampak negatif lainnya yang sangat menyiksa, di antaranya tanaman padi mulai mengalami kelainan, suhu lingkungan lebih panas dari biasanya, asap dari cerobong eksploitas mengakibatkan banyak penduduk yang terganggu pernafasan dan iritasi kulit.
“Kami minta Pemda dan DPRD serius melindungi warganya agar ketidaknyamanan dan kegelisahan warga yang disinyalir timbul sebagai efek keberadaan proyek pertamina segera ada titik temu dengan tidak menafikkan kearifan lokal,” harapnya.
Kemarin pihaknya mendampingi warga Sekarwangi, esok lusa tidak tertutup kemungkinan akan muncul perlawanan di desa-desa lainnya, seperti di sekitar proyek Pertamina di Desa Purwamekar yang baru mulai pengerjaanya.
Di pengerjaan pertaminan Tegalsawah-Purwamekar itu publik bisa menyaksikan mobilisasi tanah arugan oleh mobil-mobil tonase besar (tronton) bebas keluar masuk di jam-jam padat lalu lintas.
“LBH Cakra sedang mendiskusikan langkah yang lebih konkret untuk mensomasi atau class action untuk semua kegiatan pengeboran pertaminan di wilayah Karawang,” ucapnya.
Baca juga : Merasa Tersiksa Ulah Pertamina, Warga Sekarwangi Tuntut Pertamina
Sementara menurut pengurus Ormas GMPI Kecamatan Rawamerta, Sukarna, terungkap bahwa warga Bakanhuma yang berdekatan dengan lokasi pengeboran sudah berulang kali menyampaikan keluhannya terhadap pertamina tentang dampak yang dirasakan akibat proses eksplorasi dan eksploitasi, namun belum pernah ditanggapi serius.
“Dari awal, semenjak mendengar rencana pengeboran di wilayah kami, saya dan warga Bakanhuma mulai resah. Kami layangkan surat untuk berdialog, namun tidak direspon,” kata pria yang akrab disapa Londok ini.
Sampai akhirnya, lanjutnya, warga berkali-kali unjuk rasa ke lokasi dengan maksud meminta penjelasan langsung dari pihak manajemen pelaksana, tetapi tidak pernah ditanggapi juga. Proyek malah berjalan terus hingga saat ini.
“Pertamina seperti tidak pernah mengakui keberadaan kami sebagai warga lokal yang tinggal paling dekat dengan lokasi, dan paling merasakaan efek negatif proyek negara tersebut,” ujarnya
Ia membeberkan, setidaknya ditemukan lebih dari satu dampak negatif keberadaan proyek pertamina di wilayah kampung Bakanhuma. Pada proses awal, ada kelebihan area sawah warga yang terambil diluar kesepakatan antara pelaksana proyek dengan petani dalam pembuatan jalan akses masuk dan tersendatnya arus masuk-keluar air sawah.
“Kami tidak habis pikir, kenapa perusahaan besar sekelas Pertamina tidak memperhitungkan secara komprehensif dan menyiapkan solusi bagi petani akibat pembuatan jalan akses masuk ke pengeboran? Dulu sebelum ada proyek pengeboran pertamina di wilayah kami, sirkulasi air sawah tidaklah sulit. Kami butuh saluran air,” tutupnya. (red).
5