Terendus Saling Lempar, LBH Baruterang Bakal Kawal Tuntas Polemik Normalisasi Kaliasin

Petani protes lahan sawahnya diserobot.
Petani protes lahan sawahnya diserobot.

KARAWANG-Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Baruterang mulai mengendus adanya saling lempar tanggung jawab perihal polemik proyek normalisasi Kaliasin, Desa Pasirjaya, Kecamatan Cilamaya Kulon, yang diduga telah menyerobot lahan sawah milik petani.

Hal itu disampaikan Ketua Dewan Pendiri LBH Baruterang, Endang Hermawan, ketika menyikapi sikap Kepala Desa (Kades) H. Abdul Hakim, yang menyebutkan bahwa terkait dengan tuntutan masyarakat petani yang terdampak, pihaknya (kades-red) sudah menyampaikan ke Dinas PUPR Kabupaten Karawang.

Bacaan Lainnya

“Pihak Desa mulai ingin melepaskan tanggung jawabnya sebagai pemangku kebijakan dan selaku pengaju proposal proyek tersebut,” kata Kang Her, sapaan akrabnya dalam keterangan rilisnya kepada delik.co.id, Rabu (6/5/2021).

Kang Her menegaskan, proyek normalisasi yang terus menuai pomelik ini terus dikomunikasikan dengan berbagai pihak, termasuk melakukan koordinasi dengan pihak PUPR.

Penjelasan dari pejabat teras Dinas PUPR bahwa semua tanggung jawab ini dikembalikan kepihak Pemerintah Desa Pasirjaya sebagai pengaju proposal.

Perjuangan mempertahankan hak atas kepemilikan lahan sawah juga terus dilakukan oleh masyarakat petani dengan memberikan data-data bukti kepemilikan dan luas lahan yang terserobot oleh proyek normalisasi tersebut, bahkan saat ini masyarakat petani dari Desa Muktijaya yang terdampak oleh proyek tersebut pun mulai mengajukan tuntutan keberatannya

“Polemik proyek normalisasi Kaliasin sampai dengan saat ini dari pantauan kami masih belum melihat tanda-tanda atau langkah-langkah yang akan dilakukan oleh aparat desa pasirjaya untuk menyelesaikan masalah ini,” ungkapnya,

“Pemerintah desa terlihat malah lebih menggunakan pendekatan kelompok tandingan dari masyarakat petani yang merasa dirugikan, dari pada mengambil langkah-langkah musyawarah,” timpalnya.

Kang Her menjelaskan, pertemuan pada Minggu (2/5/2021) itu bukan insiatif pemerintah desa untuk memediasi, namun karena aksi spontan dari kelompok tani yang menghentilan operasional alat berat.

“Hal itu dilakukan karena merasa keluhannya tidak didengar oleh pemerintah desa. Dalam menyikapi peristiwa tersebut, bukan dengan cara persuasif, namun dengan mengerahkan kelompoknya, dan terjadi pengintimidasian terhadap awak media untuk hal ini kepala desa H. Abdul Hakim sudah meminta maaf secara terbuka dan dimuat juga dalam media online,” ujarnya.

Atas saran dari pihak Kepolisian, lanjutnya, agar hal ini dibicarakan di kantor desa, jadi bukan sengaja pihak pemerintah desa untuk mengadakan musyawarah. Memang betul yang hadir dari pihak petani hanya tiga orang dan dirinya mendampingi langsung pada saat peristiwa itu terjadi.

Lebih lanjut Kang Her menjelaskan, dalam persoalan hukum, orang perseorangan dan atau secara bersama-sama itu adalah objek hukum yang bisa bertindak untuk dan atas nama dirinya sendiri maupun dengan dikuasakan kepada pihak lain.

“Jadi jangan dilihat banyak dan sedikitnya masyarakat petani yang komplain, 1 (satu) orang saja yang merasa dirugikan haknya dia bisa bertindak dihadapan hukum untuk dan atas nama dirinya dan atau dengan memberikan kuasa kepihak lain, jadi tidak persoalan mau berapapun masyarakat petani yang komplain,” tandasnya.

Sementara itu Kabid SDA Dinas PUPR, Dudi, ketika dimintai keterangan permasalahan ini belum menanggapinya hingga berita ini rilis. (rilis/red).

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *