KARAWANG-Bicara putusan MK tentunya menjadi angin segar perjalanan sistem demokrasi bangsa Indonesia, terutama bagi pembangunan demokrasi di tingkat lokal, karena memberikan peluang sangat besar munculnya tokoh-tokoh baru di dalam proses kandidasi calon kepala daerah-wakil kepala daerah, serta mencegah kemunculan calon tunggal atau kotak kosong yang menciderai nurani kita di dalam berdemokrasi.
Tuntutan perubahan undang-undang pemilihan kepada daerah dari dua partai baru non-parlemen yaitu Partai Gelora Indonesia dan Partai Buruh memberikan efek luar biasa, terutama dibeberapa daerah pada awalnya diprediksi hanya menghadirkan satu pasangan calon kepala daerah-wakil kepala daerah untuk melawan kotak kosong, maka dengan keluarnya keputusan MK ini, seharunya paslon tunggal melawan kotak kosong tidak terjadi.
Pendapat itu disampaikan pengamat politik sekaligus akademisi Unsika, Gili Argenti, M.Si., kepada delik.co.id, Selasa (27/8/2024) siang.
Menurut Gili, untuk konteks Kabupaten Karawang, sepertinya keputusan MK itu tidak berpengaruh besar pada dinamika kontestasi politik, sebab sejak dari awal isu kehadiran calon tunggal atau koalisi besar tidak mengemuka di kabupaten ini, iklim berkontestasi sudah lama muncul kepermukaan.
“Dengan hadirnya wacana lebih dari satu pasangan calon kepala daerah-wakil kepala daerah muncul sejak jauh-jauh hari, kita sebagai warga Karawang tentu menyambut gembira, artinya pemilih diberikan ruang pilihan lebih luas,” ucapnya.
Sampai hari ini diruang publik politik di Kabupaten Karawang, dirinya melihat dan mendengar, santer terdengar dua pasangan calon kepala daerah-wakil kepala daerah akan bertarung di bulan november nanti, meskipun keputusan resminya baru bisa terlihat ketika pendaftaran ke KPU Kabupaten Karawang.
“Kedua pasangan ini memiliki kelebihannya masing-masing,” ujar kandidat doktor ilmu politik Unpad ini.
Gili membeberkan, untuk pasangan Acep Jamhuri-Gina Swara, mewakili sosok teknokrat dan politisi, perpaduan yang saling melengkapi. Acep Jamhuri memiliki pengalaman sebagai birokrat yang meniti karir dari bawah sampai menjadi Sekda Karawang, tentu mempunyai keahlian teknis dalam mengambil keputusan, kultur birokrat biasanya mengutamakan keputusan yang didasarkan pada bukti dan data, dapat menghasilkan kebijakan lebih efektif dan tepat sasaran.
“Kemudian karakter seseorang memiliki latar belakang birokrat pemahaman mendalam terhadap isu-isu teknis, sehingga dapat menawarkan solusi komprehensif dan strategis untuk masalah-masalah yang kompleks di dalam pemerintahan,” ungkapnya.
Sedangkan Gina Swara merupakan anggota legislatif terpilih tingkat provinsi di tiga kali kontestasi pemilu legislatif (2014, 2019 dan 2024), artinya Gina sudah memiliki basis pemilih loyal dan solid.
“Pengalaman seorang anggota legislatif biasanya memiliki kemampuan untuk melakukan lobi, menjalin komunikasi, dan membangun jaringan ke akar rumput. Anggota legislatif juga lebih peka terhadap dinamika politik, termasuk cara mengelola hubungan dengan partai politik, kelompok kepentingan, dan masyarakat,” bebernya.
Gili melanjutkan, sedangkan pasangan H. Aep Syaepuloh-Maslani memiliki latar belakang politisi dan pengusaha. Terlebih Aep Syaepuloh merupakan petahana sudah memiliki pengalaman di dalam memimpin dan mengelola pemerintahan daerah, kelebihan petahana diberbagai daerah biasanya dapat menunjukkan rekam jejak keberhasilan selama menjabat, hal ini bisa menjadi modal politik dalam meyakinkan para pemilih.
“Selain itu latar belakang keduanya sebagai pengusaha biasanya memiliki jaringan luas dan akses ke sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung kampanye politik serta menggalang dukungan. Karakter pengusaha juga sering kali membawa perspektif baru dan berbeda ke dalam politik, tidak terikat oleh cara-cara tradisional yang kaku, hal ini bisa memicu perubahan bersifat inovatif di dalam tubuh pemerintahan,” kata Dosen Fisip Unsika ini.
Gili menambahkan, pengalaman sebagai pengusaha biasanya terlatih dalam melakukan seni negosiasi yang berguna dalam dunia politik, terutama ketika harus mencapai kesepakatan dalam pembuatan kebijakan.
“Meskipun di dalam pilkada mengandalkan figuritas atau ketokohan, peran partai politik sebagai institusi pengusung paslon sangat penting, karena partai politik memiliki struktur berjenjang dari tingkat kabupaten, kecamatan, dan desa, serta memiliki kader tersebar ke berbagai pelosok, bisa digunakan sebagai mesin politik efektif dalam menjaring dukungan serta membantu mengenalkan paslon kepala daerah-wakil kepala daerah ke masyarakat luas,” tutupnya. (red).