Praktisi Hukum : Kades Jangan Gegabah Bikin Aturan Distribusi Dana BLT Covid-19

Gary Gagarin AKbar, S.H., M.H.
Gary Gagarin AKbar, S.H., M.H.

KARAWANG-Adanya sejumlah kepala desa yang menyalurkan bansos BLT Covid-19 yang bersumber dari dana desa dengan diduga tidak mengindahkan peraturan perundang-undangan yang berlaku mendapat sorotan dari Praktisi Hukum Universitas Buana Perjuangan (UBP) Karawang, Gary Gagarin Akbar.

Pasalnya, di lapangan yang mendapat bantuan BLT Covid-19 ternyata tidak hanya warga miskin, tetapi warga mampu pun ternyata mendapatkan bansos tersebut.

Bacaan Lainnya

Selain itu, setiap keluarga penerima manfaat (KPM) bansos BLT Covid-19 digilir setiap pencairan dana desa, sehingga semua warga diharapkan kebagian bansos tersebut.

“Mungkin memang tujuannya baik untuk kepentingan umum, artinya ingin semua masyarakat ini menikmati bansos tersebut, tetapi karena itu adalah uang negara, maka kades itu tentunya tidak bisa serta-merta membuat kebijakan sendiri sesuai keinginan pribadi atau kelompok,” ujarnya kepada delik.co.id, Jumat (23/4/2021).

Ia menjelaskan, untuk membuat suatu kebijakan, eksekutif dalam hal ini kades harus merujuk pada UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang mengatur tata laksana dalam mengambil keputusan atau tindakan oleh badan atau pejabat pemerintahan.

“Dalam aturan itu pejabat pemerintahan dalam menggunakan wewenangnya wajib berdasarkan peraturan perundang-undangan yang sesuai aspek legalitas dan yang berkaitan dengan asas umum pemerintahan yang baik,” ujar kandidat doktor ilmu hukum ini.

“Kades harus menunjukkan cantolan hukum mana yang dia gunakan sebelum mengambil suatu keputusan, juga cantolan asas umum pemerintahan yang baik, ”sambungnya.

Gary menegaskan, meski kebijakan pemerataan penerima bansos BLT Covid-19 untuk kepentingan umum dalam hal demi menjaga kondusivitas, namun dalam kasus penerima bansos tidak sesuai dengan data yang terlampir dari Kemensos, seorang kades tidak bisa seenaknya merubah data-data yang ada.

“Meski pada keadaan tertentu, pejabat pemerintahan dapat membuat kebijakan yang namanya diskresi,” ungkapnya.

Namun Gary mengingatkan, jika penggunaan diskresi yang berpotensi mengubah alokasi anggaran wajib memperoleh persetujuan dari atasan pejabat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dalam hal ini kepada bupati.

“Dalam hal penggunaan diskresi menimbulkan keresahan masyarakat, keadaan darurat, mendesak
dan/atau terjadi bencana alam, Pejabat Pemerintahan wajib memberitahukan kepada Atasan Pejabat
sebelum penggunaan diskresi dan melaporkan kepada Atasan Pejabat setelah penggunaan diskresi,” ucapnya.

“Pejabat yang menggunakan diskresi wajib menguraikan maksud, tujuan, substansi, serta dampak administrasi dan keuangan,” timpalnya.

Gary mengkhwatirkan akan jadi temuan hukum jika dalam laporan antara penerima dengan data di Kemensos berbeda.

“Berkaitan dengan masalah anggaran ini sangat sensitif. Jangan sampai nanti demi kepentingan umum, tapi ia melakukan hal-hal yang dapat merugikan dirinya sendiri dan masyarakat lain,” pungkasnya. (red).

 

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *